“Siapa menabur pasti menuai, jika ingin kaya buatlah orang lain kaya, jika ingin bahagia buatlah orang lain bahagis, jika ingin selalu bersemangat buatlah orang lain bersemangat, jika ingin optimis buatlah orang lain optimis, jika ingin sukses buatlah orang lain sukses … dan masih banyak lagi jika ..”
Kata bijak “Siapa menabur patilah menuai” sudah lama kita dengar sejak dari kecil. Pepatah ini sudah tidak diragukan lagi kebenarannya. Hukum alam semesta yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa berlaku bagi setiap makhluknya yang ada di muka bumi ini. Petani yang menaburkan benih di sawahnya suatu hari kelak akan memanen hasil persemaian tanamannya, seorang peternak ikan yang menebarkan benih di tambaknya suatu hari kelakpun akan menuai hasil budidaya ikannya dan masih banyak lagi contoh hokum sebab akibat tersebut.
Walaupun pepatah ini sudah ada sejak kita kecil dan menjadi falsafah hidup yang membumi di belahan dunia manapun tetapi masih banyak orang yang enggan mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata. Kebanyakan orang masih enggan menerapkan falsafah hidup tersebut. Orang masih enggan untuk menabur benih kebajikan, enggan menabur benih kebaikan, enggan menabur menabur benih manfaat, enggan menabur benih kebahagiaan, enggan menabur benih kekayaan, enggan menabur benih kesuksesan dan keengganan-keengganan menabur benih lainnya.
Mengapa hal itu bisa terjadi, walaupun sudah banyak pula orang-orang yang telah berhasil meraih kesuksesan, meraih kebahagiaan dengan menerapkan hokum universal ini. Salah satu penyebab adalah factor kemelekatan yang kita miliki atas sesuatu yang ada di diri kita maupun yang kita anggap menjadi milik kita. Seringkali kita tidak menyadari bahwa seluruh apa yang ada di dalam diri kita, maupun seluruh kepemilikan kita terhadap sesuatu esensinya adalah titipan semata. Keserakahan dan merasa memiliki yang berlebih membuat kita enggan untuk berbagi, enggan untuk menaburkan sedikit apapun yang kita punya tidak hanya sesuatu yang bersifat materi, tetapi juga sesuatu yang bersifat pemikiran.
Saya ingat cerita seorang pensiunan guru, sepasang suami istri yang hidup pas-pasan di sebuah kota kecil. Dengan bayaran yang mungkin sedikit dikala itu dengan jumlah anak 6 orang rasanya berat mereka bisa mengasuh, membesarkan dan menyekolahkan ke jenjang perguruan tinggi. Namun prinsip hidup mereka yang menerapkan falsafah “Siapa menabur pasti menuai” pada akhirnya memberikan jalan bagi kesuksesan putra-putrinya. Mereka mengajar siswa-siswinya dengan penuh cinta, penuh tanggung jawab tanpa berharap balasan apapun, toh pada akhirnya mantan siswa-siswinya yang sukses selalu mengingatnya dan pada akhirnya mencarinya kembali dengan mengulurkan bantuan untuk menyekolahkan anak-anaknya dan ada juga yang menawarkan pekerjaan untuk anak-anaknya. Tanpa beharap balasan hokum alam semsta akan bekerja dengan sendirinya. Demikian juga orang yang berbuat kerugian, orang yang menabur kebencian, menabur kejahatan, menabur ketamakan, menabur hal-hal yang negatif juga akan mengalami hal yang sama, tidak saja ditanggung dirinya tetapi juga ditanggung oleh anggota keluarga lainnya.
Begitulah hukum Tuhan berlaku secara universal kepada siapa saja yang menabur. Yang tidak pernah menabur tentunya juga tidak akan pernah menuai apalagi kalo menabur benih kemungkaran pastilah menjadi penyakit hati yang pada akhirnya menjadi penyakit fisik yang diderita. Sudah banhak bukti dan fakta dari falsafah ini tinggal bagaimana kita mau untuk mengimplementasikannya di dalam kehidupan nyata kita sedikit apapun yang kita bisa.
Jika ingin optimis maka sering-seringlah untuk memberikan semangat dan optimisme kepada siapa saja yang ada di lingkungan kita. Jika ingin sukses maka buatlah siapapun yang ada di dekat kita menjadi sukses juga setidaknya ikut merasakan kesuksesan yang kita raih dan bagikan resep keberhasilan yang dicapai. Jika ingin bahagia buatlah juga orang lain bahagia atau setidaknya ikut merasakan bahagia yang kita rasakan atau berbagi bahagia yang kita rasakan, minimal di lingkungan keluarga, tetangga, lingkungan kerja dan semakin besar semakin besar pula nantinya benih yang tumbuh dan siap untuk dipanen walaupun mungkin anda ikhlas untuk tidak memanennya, namun yang pasti hasil panen benih kebajikan itu akan dihantarkan dengan tangan-tangan yang tidak pernah anda ketahui sebelumnya.
Read More......